Komisi VIII Apresiasi Rencana Strategis Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Anggota Komisi VIII mengapresiasi Program Kerja dan Rencana Strategis Pelaksanaan Ibadah Haji tahun 1343M/2013H. Namun, Komisi VIII juga mengkritisi berbagai program tersebut agar sesuai dengan kemaslahatan umat.
Selain itu, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Direktorat Jenderal Pelaksanaan Haji dan Umrah (DJPHU) dengan Komisi VIII ini juga membahas tentang Evaluasi Pelaksanaan APBN Tahun 2012 dan Kinerja Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Sedangkan, “Topik pembahasan berikutnya adalah Tindak Lanjut Pemeriksaan Semester I BPK RI Tahun 2012,” kata Gondo Radityo Gambiro, saat memimpin rapat di ruang rapat Komisi VIII Gedung Nusantara II, Senin, (28/01).
Dirjen Haji dan Umroh Kementerian Agama, Anggito Abimanyu menyampaikan program-programnya yang tertuang dalam Rencana Strategis di tahun 2013. Beberapa hal yang menjadi sorotan Komisi VIII mengenai asrama haji dan haji khusus lansia. Terutama laporan mengenai kegiatan asrama haji dan aset yang dimiliki asrama haji.
Anggota Komisi VIII Adang Ruchiatna mengharapkan agar asrama haji perlu diaudit dan perlu di revitalisasi. Rekannya Soemintarsih Muntoro juga mengkritisi mengenai sistem penganggaran ibadah haji, karena dianggap tidak transparan. “Ada beberapa fasilitas yang kurang terbuka kepada haji, seperti pemondokan, katering, transportasi. Hal ini diperlukan adanya keterbukaan, termasuk kontrak dengan stakeholder yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji ini,” ujarnya.
Program terakhir dari program kerja DJPHU adalah Pembinaan Petugas Haji dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PHIK). Ada beberapa fokus utama dalam program ini, diantaranya melakukan perhitungan dan rasionalisasi petugas penyelenggaraan ibadah haji, pelaksaan pembekalan pelatihan petugas haji berbasis pembinaan karakter, serta pelaksanaan PMA haji khusus.
Pada program ini, Amran mengkritik kinerja DJPHU dalam menentukan kredibilitas petugas haji di Mekkah. Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini menyatakan, “Petugas haji harus memiliki kemampuan dalam membantu haji apabila ada masalah di Mekkah. Kok bisa, petugas haji tidak paham bahasa setempat dan wilayah di Mekkah,” ujar Amran.
Hal menarik lain yang menjadi diskusi pada RDP kali ini adalah durasi pelaksanaan haji. Selama ini, haji dilakukan selama 40 hari penuh. Ada usulan agar durasi dikurangi menjadi 25-30 hari saja. “Mungkin dengan pengurangan ini, kondisi fisik tidak terlalu drop, sehingga para lansia juga tidak terlalu lelah,” tandas Noura Dian Hartarony.
Sebagai penutup dengar pendapat dari anggota Komisi VIII, pimpinan rapat mempertanyakan beberapa hal, diantaranya mengenai konsep pengawasan haji, audit inventarisasi haji serta berbagai fasilitas haji. “Mengenai kloter khusus lansia juga mesti diperdalam lagi. Lansia itu umur berapa? Batas naik haji itu umur berapa? Terus proporsionalnya berapa?,” tanya Gondo.
Menanggapi berbagai pendapat dari Komisi VIII, Anggito menyatakan siap untuk melakukan evaluasi dan memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan anggota Komisi VIII. “Kami juga meminta maaf mengenai ketidakhadiran personil kami dikarenakan ada tugas juga di instansi lain,” tutup Anggito. (ray), foto : eka hindra/parle/hr.